Minggu, 21 Februari 2016

PRAJURIT SANDI MATARAM 21022016

            Dengan amat lesu Arya Megantoro bangun dari tidurnya. Dengan amat hati-hati ia menuju kamar ibunya, sebentar ia melongok dan dipandangnya wajah ibunya. Kemudian ia melanjutkan kea rah pintu rumah dan dengan hati-haati pula ia membukanya. Suara berderit tanda pintu telah terbuka, setelah ia diluar iapun menutup kembali pintunya. Sesaat ia memandang sekeliling keadaan masih gelap gulita. Saat itu kira-kira masih pukul 3 lebih. Arya Megantoro duduk di sebuah batu pikirannya kosong tak menentu. Arya Megantoro masih duduk melamun, tiba-tiba datanglah sinar terang menuju dirinya. Namun karena pikirannya kosong maka ia tak begitu memperhatikan sinar terang yang menuju ke arahnya. Hanya sekali ia meliriknya dan kembali pikirannya kosong. Dan terjadilah hal yang sangat menajubkan, sinar terang itu tiba menyatu ke badan Arya Megantoro. Beberapa saat tubunya kelihatan bersinar kemudian perlahan-lahan meredup dan kemudian lenyap. Kejadian aneh tersebut tidak terlepas dari pandangan si pertapayang sejak semula ia membuntuti dari belakang.
“Ternyata wahyu itu bukan jodohku. Benarlah kata orang bahwa wahyu itu hanya akan mencari manusia yang benar-benar suci. Bahwa manusia yang mampu menerima wahyu adalah orang yang bersih dari nafsu “ Gumam si pertapa
Perlahan-lahan ia mendekati bocah kecil itu, amat perlahan ia membisikkan namanya.
            “Arya”
Aryo Megantoro menoleh dan mataya memandang si pertapa. Seakan ia tak percaya ada orang di depannya dan membisikkan namanya. Setelah beberapa saat barulah ia sadar.
            “Ayah”
Ia melompat dan langsung memeluk si pertapa yang ternyata adalah ayahnya sendiri. Arya Megantoro amat gembira sekaligus terharu atas kedatangan ayahnya yang kembali mendadak. Ia sudah lama menunggu kedatangan ayahnya baru mala mini ia dapat berjumpa. Namun sebenarnya si ayahlah yang lebih berbahagia karena ia tahu bahwa anak satu-satunya mendapat anugerah dari Tuhan. Tidak sembarang orang bisa mendapatkan anugerah tersebut. Kebahagiaan Ronggo Puspo tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Meskipun kepergiannya untuk mendapatkan wahyu kini gagal. Tapi justru anaknya sendiri yang berhasil mendapatkan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
            “Aryo mengapa malam-malam begini kamu masih berada di luar rumah. Bagaimana kalau kamu nanti jatuh sakit nak ?” Ranggo Puspo khawatir
            “Aku menunggu ayah, kenapa ayah lama sekali perginya ?” Selidik Aryo Megantoro. Sambil menarik tangan ayahnya untuk digandeng ke serambi rumah. Kemudian anak dan ayah itu Saling pandang dan duduk bersama.
            “Aryo – Ranggo Puspo meneruskan pertanyaan – Apakah ibumu masih tidur, hingga kamu menunggu ayah sendirian ?”
Aryo Megantoro menganggukkan kepalanya. Tanda membenarkan pertanyaan ayahnya.
            “Ya , ayah tadi ibu masih tidur pulas dan aku takut membangunkannya”. Jawabnya jujur.
Ranggo Puspo mengangguk-anggukan kepalanya sambil menatap tajam Aryo Megantoro dengan hati bangga kepada anak satu-satunya itu.
            “Kakang Ronggo mengapa kau membiarkan anak kita Aryo kedinginan di luar, masuklah !”
Suara seorang wanita dari arah dalam rumah. Dan sesaat wanita itu menghampiri Ronggo Puspo dan Aryo Megantoro.
“Oh…..kamu juga sudah bangun Warsih?” Ronggo Puspo terkejut. Sementara  Nyai Warsih isteri Ronggo Puspo tak menghiraukan pertanyaan suaminya.
            “Anak sama bapaknya sama-sama bandelnya, ayo masuk !” nyai Warsih pura-pura marah. Dan akhirnya kedua laki-laki anak dan bapak itu akhirnya masuk ke dalam rumah dengan perasaan bersalah.


Versi pdfnya bisa diunduh di sini 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar