Dengan
amat lesu Arya Megantoro bangun dari tidurnya. Dengan amat hati-hati ia menuju
kamar ibunya, sebentar ia melongok dan dipandangnya wajah ibunya. Kemudian ia
melanjutkan kea rah pintu rumah dan dengan hati-haati pula ia membukanya. Suara
berderit tanda pintu telah terbuka, setelah ia diluar iapun menutup kembali
pintunya. Sesaat ia memandang sekeliling keadaan masih gelap gulita. Saat itu
kira-kira masih pukul 3 lebih. Arya Megantoro duduk di sebuah batu pikirannya
kosong tak menentu. Arya Megantoro masih duduk melamun, tiba-tiba datanglah
sinar terang menuju dirinya. Namun karena pikirannya kosong maka ia tak begitu
memperhatikan sinar terang yang menuju ke arahnya. Hanya sekali ia meliriknya
dan kembali pikirannya kosong. Dan terjadilah hal yang sangat menajubkan, sinar
terang itu tiba menyatu ke badan Arya Megantoro. Beberapa saat tubunya
kelihatan bersinar kemudian perlahan-lahan meredup dan kemudian lenyap.
Kejadian aneh tersebut tidak terlepas dari pandangan si pertapayang sejak
semula ia membuntuti dari belakang.
“Ternyata wahyu itu bukan jodohku.
Benarlah kata orang bahwa wahyu itu hanya akan mencari manusia yang benar-benar
suci. Bahwa manusia yang mampu menerima wahyu adalah orang yang bersih dari
nafsu “ Gumam si pertapa
Perlahan-lahan ia mendekati bocah
kecil itu, amat perlahan ia membisikkan namanya.
“Arya”
Aryo Megantoro menoleh dan mataya
memandang si pertapa. Seakan ia tak percaya ada orang di depannya dan
membisikkan namanya. Setelah beberapa saat barulah ia sadar.
“Ayah”
Ia melompat dan langsung memeluk si
pertapa yang ternyata adalah ayahnya sendiri. Arya Megantoro amat gembira
sekaligus terharu atas kedatangan ayahnya yang kembali mendadak. Ia sudah lama
menunggu kedatangan ayahnya baru mala mini ia dapat berjumpa. Namun sebenarnya si
ayahlah yang lebih berbahagia karena ia tahu bahwa anak satu-satunya mendapat
anugerah dari Tuhan. Tidak sembarang orang bisa mendapatkan anugerah tersebut.
Kebahagiaan Ronggo Puspo tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Meskipun
kepergiannya untuk mendapatkan wahyu kini gagal. Tapi justru anaknya sendiri
yang berhasil mendapatkan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
“Aryo
mengapa malam-malam begini kamu masih berada di luar rumah. Bagaimana kalau
kamu nanti jatuh sakit nak ?” Ranggo Puspo khawatir
“Aku
menunggu ayah, kenapa ayah lama sekali perginya ?” Selidik Aryo Megantoro.
Sambil menarik tangan ayahnya untuk digandeng ke serambi rumah. Kemudian anak
dan ayah itu Saling pandang dan duduk bersama.
“Aryo
– Ranggo Puspo meneruskan pertanyaan – Apakah ibumu masih tidur, hingga kamu
menunggu ayah sendirian ?”
Aryo Megantoro menganggukkan
kepalanya. Tanda membenarkan pertanyaan ayahnya.
“Ya
, ayah tadi ibu masih tidur pulas dan aku takut membangunkannya”. Jawabnya
jujur.
Ranggo Puspo mengangguk-anggukan kepalanya
sambil menatap tajam Aryo Megantoro dengan hati bangga kepada anak satu-satunya
itu.
“Kakang
Ronggo mengapa kau membiarkan anak kita Aryo kedinginan di luar, masuklah !”
Suara seorang wanita dari arah dalam
rumah. Dan sesaat wanita itu menghampiri Ronggo Puspo dan Aryo Megantoro.
“Oh…..kamu juga sudah bangun Warsih?”
Ronggo Puspo terkejut. Sementara Nyai
Warsih isteri Ronggo Puspo tak menghiraukan pertanyaan suaminya.
“Anak
sama bapaknya sama-sama bandelnya, ayo masuk !” nyai Warsih pura-pura marah.
Dan akhirnya kedua laki-laki anak dan bapak itu akhirnya masuk ke dalam rumah
dengan perasaan bersalah.
Versi pdfnya bisa diunduh di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar