Senin, 22 Februari 2016

PRAJURIT SANDI MATARAM 22022016

Pagi harinya mereka bekumpul dengan gembira, terutama Ronngo Puspo dan isterinya, yang bernama Warsih. Nyi Warsih seorang wanita yang cantik. Tubuhnya sedang saja sedang usianya kira-kira baru 28 tahun. Aryo Megantoropun kelihatan cerah pagi  itu. Melihat kedua orang tuannya begitu bahagia di pagi itu.
Tapi sesungguhnya kebahagiaan orang tua itu bukan lantaran mereka saling bertemu kembali, tapi lebih dari pada ltu. Nyi Warsih saat ini sudah tahu peristiwa yang dialami oleh anak satu-satunya. Sebab itulah mereka suami isteri itu sangat berbahagia.
            “Kakang Ronggo apakah kau jadi membawa Aryo Megantoro kepada Ki Buyut Danurekso hari ini?” Nyi Warsih memecah kesunyian. Mendengar pertanyaan ibunya bocah kecil Aryo Megantoro menjadi tertarik.
            “Benar Nyi kapan lagi kalau bukan hari ini. Aku ingin kepastian dari orang sakti itu”
Mendengar disebutnya orang sakti .Aryo Megantoro menjadi penasaran. Ia tak dapat menahan rasa ingin tahunya. Maka cepat-cepat ia memotong pembicaraan.
            “Ayah siapa orang sakti itu ?” penasaran
            “Hemm ….rupanya kau mulai tertarik anak kecil ?”
            “Ah… ayah masih saja menganggap aku sebagai anak kecil” Sambil merengut. Melihat hal itu ayahnya tertawa panjang, sementara ibunya cuma tersenyum saja.
            “Kalian anak dan bapak sama-sama sifatnya. Kalau sudah membicarakan masalah oang sakti atau ilmu kesaktian. Masalah lain seperti tak ada gunanya, memangnya isi dunia ini hanya masalah kesaktian saja yang ada. Huh !”
Kini giliran anak dan bapak yang saling tertawa.
            “Nah itu ….kalian malah menetawai aku, kalian memang sama-sama bandel.”
            “eh…siapa yang bandel , aku tidak bandel ….iyakan Aryo – Memandang ke arah Aryo Megantoro – Apakah aku bandel ?” Mengulang pertanyaan.
            “lho …ayah kok Tanya sama aku, mana aku tahu” Balas Aryo Megantoro
            “Sudahlah nanti malah tidak karuan, Kakang – Berhenti sebentar – aku sudah siapkan bekal untuk perjalanan, sekedar makanan kecil.”
Setelah bersiap-siap dan menata semua bekal yang mau di bawa pergi dan kedua anak bapak itu berpamitan kepada Nyi Warsih akhirnya Ranggo Puspo dan Aryo Megantoro meninggalkan kampung halamannya. Meeka meninggalkan desa itu dengan mengendarai kuda. Binatang itu berlari kencang menyusuri jalan-jalan perkampungan, debu mengepul setelah dilewati kuda Ronggo Puspo. Aryo Megantoro duduk tenang di depan ayahnya. Kelihatan ia senang sekali, perjalan ini adalah perjalan pertama kalinya bagi Aryo Megantoro bersama ayahnya. Kuda itu masih berlari, kelihatannya memang termasuk kuda yang pilihan sudah begitu jauh berlai tapi masih nampak kuat dan gesit. Hari mulai merangkak menuju siang, tak terasa mereka berada di punggung kuda sudah hampir setengah hari penuh. Kuda itu kini menyusuri jalan setapak di perbukitan.
            “Aryo , bagaimana kalau kita istirahat sebentar “
Aryo Megantoro hanya mengguk mengiyakan ajakan bapaknya.
            “Nah dipohon besar di depan itu kita istirahat.” Kembali Ranggo Puspo menggebrak kudanya. Ia bermaksud mempercepat lari kudanya. Setelah sampai Ronggo Puspo turun dari kudanya. Kemudian Aryo Megantoropun diturunkan dari kuda. Sambil istirahat itulah mereka menikmati bekal makanannya.
Angin perbukitan bertiup menerpa wajah dan tubuh mereka. Berkat angin yang bertiup itu mereka tak merasakan teriknya matahari di siang hari.
Secara iseng Aryo Megantoro mengingat-ingat pelajaran ilmu kanuragan atau ilmu silat yang pernah diajarkan oleh ayahnya. Dasar otaknya encer semua pelajaran dari ayahnya cepat ia hapalkan dan ia kuasai. Dan tanpa sengaja tangannya begerak –gerak memainkan sebuah jurus silat. Melihat itu Ronggo Puspo tersenyum, ia tetap diam di tempatnya dan pura-pura tak melihatnya. Gerakan Aryo Megantoro semakin indah dan lincah, semakin sebat dan cepat. Senyum orang tua itu semakin melebar. Sedari tadi Aryo Megantoro berusaha memainkan jurus-jurus dengan sepenuh tenaga. Ia masih saja memainkan jurus-jurus andalannya.

Versi pdfnya bisa di donload di sini



Minggu, 21 Februari 2016

PRAJURIT SANDI MATARAM 21022016

            Dengan amat lesu Arya Megantoro bangun dari tidurnya. Dengan amat hati-hati ia menuju kamar ibunya, sebentar ia melongok dan dipandangnya wajah ibunya. Kemudian ia melanjutkan kea rah pintu rumah dan dengan hati-haati pula ia membukanya. Suara berderit tanda pintu telah terbuka, setelah ia diluar iapun menutup kembali pintunya. Sesaat ia memandang sekeliling keadaan masih gelap gulita. Saat itu kira-kira masih pukul 3 lebih. Arya Megantoro duduk di sebuah batu pikirannya kosong tak menentu. Arya Megantoro masih duduk melamun, tiba-tiba datanglah sinar terang menuju dirinya. Namun karena pikirannya kosong maka ia tak begitu memperhatikan sinar terang yang menuju ke arahnya. Hanya sekali ia meliriknya dan kembali pikirannya kosong. Dan terjadilah hal yang sangat menajubkan, sinar terang itu tiba menyatu ke badan Arya Megantoro. Beberapa saat tubunya kelihatan bersinar kemudian perlahan-lahan meredup dan kemudian lenyap. Kejadian aneh tersebut tidak terlepas dari pandangan si pertapayang sejak semula ia membuntuti dari belakang.
“Ternyata wahyu itu bukan jodohku. Benarlah kata orang bahwa wahyu itu hanya akan mencari manusia yang benar-benar suci. Bahwa manusia yang mampu menerima wahyu adalah orang yang bersih dari nafsu “ Gumam si pertapa
Perlahan-lahan ia mendekati bocah kecil itu, amat perlahan ia membisikkan namanya.
            “Arya”
Aryo Megantoro menoleh dan mataya memandang si pertapa. Seakan ia tak percaya ada orang di depannya dan membisikkan namanya. Setelah beberapa saat barulah ia sadar.
            “Ayah”
Ia melompat dan langsung memeluk si pertapa yang ternyata adalah ayahnya sendiri. Arya Megantoro amat gembira sekaligus terharu atas kedatangan ayahnya yang kembali mendadak. Ia sudah lama menunggu kedatangan ayahnya baru mala mini ia dapat berjumpa. Namun sebenarnya si ayahlah yang lebih berbahagia karena ia tahu bahwa anak satu-satunya mendapat anugerah dari Tuhan. Tidak sembarang orang bisa mendapatkan anugerah tersebut. Kebahagiaan Ronggo Puspo tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Meskipun kepergiannya untuk mendapatkan wahyu kini gagal. Tapi justru anaknya sendiri yang berhasil mendapatkan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
            “Aryo mengapa malam-malam begini kamu masih berada di luar rumah. Bagaimana kalau kamu nanti jatuh sakit nak ?” Ranggo Puspo khawatir
            “Aku menunggu ayah, kenapa ayah lama sekali perginya ?” Selidik Aryo Megantoro. Sambil menarik tangan ayahnya untuk digandeng ke serambi rumah. Kemudian anak dan ayah itu Saling pandang dan duduk bersama.
            “Aryo – Ranggo Puspo meneruskan pertanyaan – Apakah ibumu masih tidur, hingga kamu menunggu ayah sendirian ?”
Aryo Megantoro menganggukkan kepalanya. Tanda membenarkan pertanyaan ayahnya.
            “Ya , ayah tadi ibu masih tidur pulas dan aku takut membangunkannya”. Jawabnya jujur.
Ranggo Puspo mengangguk-anggukan kepalanya sambil menatap tajam Aryo Megantoro dengan hati bangga kepada anak satu-satunya itu.
            “Kakang Ronggo mengapa kau membiarkan anak kita Aryo kedinginan di luar, masuklah !”
Suara seorang wanita dari arah dalam rumah. Dan sesaat wanita itu menghampiri Ronggo Puspo dan Aryo Megantoro.
“Oh…..kamu juga sudah bangun Warsih?” Ronggo Puspo terkejut. Sementara  Nyai Warsih isteri Ronggo Puspo tak menghiraukan pertanyaan suaminya.
            “Anak sama bapaknya sama-sama bandelnya, ayo masuk !” nyai Warsih pura-pura marah. Dan akhirnya kedua laki-laki anak dan bapak itu akhirnya masuk ke dalam rumah dengan perasaan bersalah.


Versi pdfnya bisa diunduh di sini 

Rabu, 17 Februari 2016

PRAJURIT SANDI MATARAM 18022016



Sementara daun pohon yang terinjak oleh kakinya hanya bergoyang-goyang saja. Hal ini membuktikan bahwa ilmu mengentengi tubuhnya sudah berada pada taraf yang sangat tinggi. Untuk mengimbangi kecepatan cahaya itu ternyata si pertapa harus mengerahkan seluruh kemampuan ilmu meringankan tubuhnya. Namun begitu ia tak berhasil mengimbangi kecepatan cahaya yang ada di depannya. Untunglah sinar cahayanya bisa membantu menolong kemana arah cahaya itu bergerak.
            “Celaka ! cahaya itu terlalu cepat bagiku, aku tak mampu mengejarnya”  Gumamnya dalam hati
Si Pertapa masih saja mengejarnya, tak mau ia melepaskan barang sedetikpun. Bayangannya berkelebat cepat sekali. Seandainya ada manusia yang melihatnya. Mungkin dikiranya hantu malam yang bergentayangan. Tapi untunglah tidak satupun manusia yang melihatnya saat itu. Pohon-pohon yang lebat dan tebing yang terjal bukan halangan baginya, kecepatan tubuhnya susah diukur bagi manusia awam.
            Kita tinggalkan si pertapa yang sedang mengejar cahaya terang itu. Marilah kita ikuti dan menengok ke sebuah desa yang banyak ditumbuhi oleh bambu ori dan kebayakan desa-desa waktu itu masih banyak tumbuh bambu ori di halaman rumah masing-masing. Bahkan rumah-rumah penduduk saat itu kebanyakan masih berbahan baku dari bambu. Selain mudah didapat juga saangat sederhana cara membangun rumah dari bambu. Kebanyakan orang jaman dulu membangun rumah yang penting bisa untuk berteduh.
            Desa itu masih kelihatan sunyi, karena malam masih menyelimuti bumi. Suasana di sana sini masih nampak gelap gulita. Sebuah rumah yang sederhana namun kelihatan bersih. Halaman rumah itu ditata dengan rapi dan di sekitarnya ditanami bunga-bunga beraneka warna, sehingga indah dipandang mata serta menambah asri rumah tersebut. Karena hari masih gelap keindahan halaman itu masih samar-samar terlihat.
            Yang mengherankan adalah seorang anak kecil yang berusia sekitar 7 tahun. Saat itu ia sudah terjaga atau mungkin malah belum tidur sama sekali. Ia merasa tak dapat memejamkan mata. Meskipun tubuhnya dibaringkan di atas tempat tidur. Ia merasa tidak nyaman kadang miring ke keri kadang ke kanan kadang telentang kadang tengkurap. Ternyata keadaan seperti ini telah berlangsung sejak sore hari. Saat ibunya mencoba menengoknya ia pura-pura tidur pulas. Yang menjadi bayangan adalah perkataan ayahnya yang masih mengiang di telinganya.
            “Anakku! Ayah mau pergi jauh. Kau harus berada di rumah dan harus nurut sama ibu. Kamu harus mau membantu ibu di rumah.”
Begitulah pesan terakhir ayahnya yang sampai sekarang masih teringat di kepalanya. Ia tak dapat menebak kemana ayahnya pergi. Karena waktu ia bertanya kepada ayahnya ia tak mau menjawabnya.
            “Ayah sebenarnya mau kemana ?”
            “Ayah mau pergi jauh, kamu tak boleh nakal ya nak !”
Jawaban ayahnya masih terdengar ditelinganya. Sudah beberapa hari ia nampak murung. Karena sampai hari ini ayahnya masih belum kembali juga. Perasaannya menjadi tak enak, jangan-jangan ayahnya kenapa napa begitu pikirnya. Meskipun Arya Megantoro baru berusia 7 tahun namun ia mempunyai sifat yang lebih dewasa dibanding dengan umurnya. Perawakan anak itu bisa dikatakan tegap wajahnya tampan atau bisa dikatakan lebih dari tampan. Mukanya bulat telur matanya bersinar tajam, hidungnya mancung dan kulitnya sawo matang tapi bersih. Meski ia anak desa tapi tidak seperti kebanyakan anak desa yang dekil dan kotor.
Semenjak kecil ia mempunyai tanda-tanda seorang anak yang cerdas. Cara berpikirnya sudah melebihi anak setaranya, kadang orang tuanya tak percaya bahwa Arya Megantoro bisa berpikir sejauh itu. Hal itu dilihat karena umur 7 tahun pada masa itu masih bisa dikatakan masih anak-anak.

Versi pdfnya bisa di donload di sini

PRAJURIT SANDI MATARAM 17022016



            Kalau kita membandingkan dengan ilmu pengetahuan tadi, maka sinar terang tersebut adalah semacam komet (bintangberekor” lintang kemukus”) atau meteor. Namun dalam masa cerita ini sinar tersebut adalah semacam wahyu. Benarkah cahaya itu adalah wahyu, atau hanya hanya benda angkasa biasa.
Hanya Tuhan yang tahu….
Mendadak sinar terang itu berhenti tak jauh dari tempat orang yang bertapa itu. Perlahan-lahan matanya terbuka sejenak matanya meyipit lagi akibat cahaya yang menyilaukan. Namun setelah mengerahkan tenaga dalamnya ia terbebas dari silaunya cahaya itu. Tempat sekitar itu menjadi terang benderang . masih dalam keadaan duduk ia menatap tajam sinar terang di depannya, seakan tak mau berkedip barang sekejap saja. Perlu diketahui bahwa manusia pada umumnya amat mengharapkan adanya “wahyu”. Banyak manusia bertapa hanya berharap mendapatkan wahyu. Namun yang jelas bahwa wahyu itu tidaklah mudah untuk mendapatkannya. Karena wahyu tidaklah sembarang menyatu kepada orang. Dalam hal ini bukan orangnya yang mencari wahyu tapi sebenarnya  wahyu itulah yang mencari orangnya. Kalau diibaratkan wahyu adalah isi sedang manusia adalah wadahnya (tempatnya). Seperti halnya manusia bahwa wahyu itu adalah jodohnya, meskipun seseorang mencarinya dan mengubarnya , namun kalau bukan berjodoh ya tetap tak akan berhasil mendapatkannya.
            Si pertapa terkejut melihat sinar terang itu tiba-tiba pecah menjadi dua bagian, selanjutnya keduanya melesat sangat cepat meninggalkan tempat itu. Yang satu melesat ke Timur sedang yang satunya melesat kea rah barat. Si pertapa merenung sesaat, kemudian ia bangkit dan…
            “Wuuuusssss   !!!
            Iapun melesat mengejar cahaya itu yang menuju ke Arah Timur. Si pertapa adalah orang yang mempunyai ilmu kanuragan yang tinggi khususnya ilmu meringankan tubuh. Seseorang yang mempunyai ilmu mengentengi tubuh yang tinggi , maka ia akan dapat lari dengan cepat bagaikan terbang. Begitu pula dengan si pertapa. Ternyata ia melesat sangat cepat saking cepatnya hingga bayangannya saja yang terlihat. Kakinya tak menapak di tanah sedabg kakinya hanya bersandar pada pohon-pohon semak maupun daun-daun pohon.

versi pdf bisa donload di sini



Senin, 15 Februari 2016

PRAJURIT SANDI MATARAM 15022016


Malam ini angin bertiup begitu kencang sehinga  mengakibatkan daun-daun pohon yang kelihatan hitam di malam hari itu nampak berkibaran,meliuk-liuk bagaikan tangan manusia . Yang satu dan yang lainnya saling besentuhan, bagaikan bergesekan sehingga menimbulkan suara gemerisik. Semakin lama semakin kencang daun dan ranting kering tak mampu bertahan hingga jatuh runtuh ke tanah. Kemudian melayang lagi ke atas melayang-layang turut serta hembusan angin kemanapun pergi dan akhirnya terhempas lagi ke tanah. Dalam keadaan tertentu anginpun bertiup kencang kadang lemah. Sepintas lalu daun kering itu seperti dipermainkan oleh sang bayu. Malam terus saja bergulir meski lambat tapi pasti. Tapi benarkah malam itu berjalan ataukah waktu yang berjalan?
Kalau benar waktu itu berjalan lalu apa waktu itu?
Sejenak marilah kita pikirkan, apakah waktu yang dulu dan waktu sekarang serta waktu yang akan dating itu berlainan. Sebagai contoh perubahan siang dan malam. Apakah malam kemarin dengan malam sekarang ada perbedaan?
Malam kemarin juga gelap, sunyi seperti mala mini.
Itulah salah satu kekuasaan Illahi.
Manusia tidak bisa menentukan hari kemarin karena kita tak akan bisa mundur lagi ke waktu yang sudah berlalu. Waktu hanya bisa maju dan maju dan terus berjalan.
Di saat manusia tenggelam dalam alam mimpi di malam sunyi itu. Masih juga ada seorang yang masih terjaga dan belum tidur. Seorang duduk tepekur menghadap kiblat. Sudah begitu orang itu duduk di atas batu hitam di tengah hutan yang lebat. Yang berpohon tinggi dan besar. Begitu lebatnya hutan itu hingga sulitlah manusia untuk mencapai tempat tersebut. Selain lebat pepohonan juga terletak di kawasan pegunungan yang curam tebingnya.
Namun mengapa seorang manusia mampu ke tempat itu. Jelas ini pertanda bahwa orang tersebut bukanlah orang kebanyakan. Kalau pembaca ingin mengetahui sudah berapa lamakah ia duduk di situ sendirian, maka jawabnya sungguh mengagumkan dan mencengangkan kita. Ternyata orang itu telah berada di situ selama 7 hari 7 malam dan selama itu ia tak bergeser semilipun dari tempatnya. Sungguh luar biasa!!!
Mari kita tengok orang-orang jaman dulu, kakek moyang kita adalah jenis atau tipe manusia yang “kandel topo bratane” ( tebal dalam bertapa). Sehingga orang-orang jaman dahulu terkenal sakti mondro guna dan “sidik paningal” (mampu melihat dan membaca keadaan yang akan terjadi). Selain itu juga kuat dalam “sesirih, nglakoni” (prihatin) dan kesemuanya itu hanya diperuntukkan bagi anak cucu keturunannya .
Jauh sekali bila dibandingkan dengan manusia sekarang (jaman modern) mereka kebanyakan hanya mementingkan diri pribadi, apalagi dalam permasalahan topo broto, kukira jarang sekali, mungkin malah sudah tidak ada lagi. Kalau toh masih ada bisa dihitung dengan jari.  Semenjak muda sudah berfoya-foya demi kesenangan duniawi semata. Mabuk-mabukan, mencuri, main perempuan, menghisap ganja dan lpembunuhan ain-lain yang merugikan diri sendiri maupun merugikan orang lain. Istilah orang jawa adalah “ma lima” (Mateni, maling, madat, madon dan main). Mereka tidak memikirkan anak cucunya, sedang masa depannya sendiri tak terurus.
Sungguh kasihan!!!
Istilah Mo Limo (lima kejahatan) sudah dikenal sejak lama. Lima kejahatan itu disebut Mo Limo, karena orang Jawa dulu memakai huruf Ho-no-co-ro-ko. Huruf M disebut Mo, maka singkatan M5 menjadi Mo Limo.
Lima kejahatan itu adalah (1) main ( judi), (2) maling (mencuri), (3) madat (nyeret, minum candu). Kalau sekarang narkotik dan obat-obat adiktif yang disebut narkoba; termasuk putauw, ekstasi, shabu-shabu dsb. (4) Minum (minuman memabukkan), dan (5) madon (main perempuan: berzina, melacur).
Pelaku Mo Limo itu dinilai sebagai sampah masyarakat dan dibenci secara umum, hingga julukannya amat buruk, yaitu bajingan-tengik. Makanya orang yang madon (main perempuan/berzina) disebut mbajing artinya melakukan tingkah bajingan.
Pelaku kejahatan Mo Limo itu dipandang sebagai penyakit dan musuh masyarakat. Sedang bajingan itu sendiri (zaman dulu) juga menyadari bahwa dirinya adalah musuh masyarakat.
Penjahat  itu  tidak bisa meneruskan kejahatannya bila tidak punya uang lagi. Mereka tidak bisa berjudi, menenggak obat-obat terlarang, mabuk-mabukan, dan berzina kalau tidak punya uang. Untuk mendapatkan uang maka mereka menjadi maling, mencuri.
            Kita kembali pada orang yang bertapa di batu di hutan itu. Kalau kita lihat perawakan tubuhnya orang itu berusia sekitar 30-40 tahun wajahnya kelihatan cakap dengan kumis tipis di atas bibirnya. Matanya masih saja terpejam seakan tak memperdulikan keadaan sekelilingnya. Masih saja duduk terdiam. Tapi benarkah ia tidak bisa memperhatikan situasi di sekelilingnya dan sekitarnya , ternyata tidak begitu. Meski ia terpejam namun mata hatinya atau indera keenamnya berbisik , bahwa akan terjadi sesuatu yang mendebarkan hati.
            Alam sekitar masih kelihatan sunyi senyap apalagi suasana malam hari dan di tengah hutan. Bahkan binatang malampun tak bersuara seakan memberi pertanda atau sinyal “perlambang” adanya kejadian yang luar biasa.
Dan sedetik kemudian alam raya menjadi sunyi senyap begitu sepi dan lengang , hening tiada aktifitas. Angin saat itu yang tadinya masih berhembus juga mendadak berhenti bergerak seakan ada yang menghentikannya.
            “Seeeesssss”
Tiba-tiba di angksa nampak seberkas sinar putih kebiruan melesat sangat cepat menuju bumi. Sinarnya begitu terang menyilaukan pandangan mata jika dilihat dengan mata telanjang. Sayang tak ada seorangpun yang melihat langsung cahaya putih di angkasa itu. Sinarnya meluncur deras ke bawah berputar-putar kemudian melesat lagi , berputar-putar dan melesat lagi begitu sampai beberapa kali entah berapa kali jumlahnya.
            Bagaimana dengan manusia yang duduk bertapa itu. Apakah ia tak melihat juga adanya cahaya terang di angkasa ?
Memang ia tak melihat langsung dengan kedua matanya, tapi kita ingat bahwa mata hatinya atau istilahnya indera keenamnya masih bisa melihat dengan jelas. Bahkan dengan indera keenamnya ia bisa bisa mengetahui apa sebenarnya cahaya terang di angkasa itu.
Benda-benda angkasa telah diketahui manusia sejak jaman dulu, yakni terkenal dengan ilmu Astronomi (perbintangan). Manusia percaya bahwa di angkasa luar terdapat bermacam-macam benda angkasa seperti : matahari, Bintang , planet bulan, meteor, asteroid dan lain-lain. Apalagi dengan tekhnologi sekarang para ilmuwan telah menemukan rahasia angkasa luar dengan bantuan ilmu teknologi modern . (Meski masih banyak rahasia yang lainnya…….)
Benda-benda itu ternyata tersusun sesuai dengan susunannya sendiri-sendiri. Seperti Galaksi Bima Sakti, galaksi Andromedaserta galaksi Magelhaen. Sedang susunan tata surya kita berada di dalam bagian Galaksi Bima Sakti. Sedang dalam Galaksi Bima Sakti sendiri terdapat berjuta-juta bintang. Sekarang kita bisa berpikir berapa luas Jagat Raya ini, sungguh maha luas. Pengetahuan ini juga sampai ke wilayah Nusantara. Sebagai contoh adanya rasi bintang sebagai tanda bagi para petani kapan mereka harus meyebar benih, kapan mereka mulai menanamnya dan sebagainya. Maka denganbantuan perbintangan ini para petani dapat melakukan pekerjaannya sebagai dasar patokan. Contoh lain adalah bintang sore dan bintang pagi sebagai pertanda adanya waktu sore dan pagi. Dengan ilmu perbintangan ini manusia dapat meramal kejadian alam atau keadaan manusia yang akan datang. (ilmu Astrologi).

versi pdf bisa donload di sini