Pendekar
Sandi mataram 15042016
Kembali Ranggo Puspo memberi wejangan
kepada anaknya. Bahwa semua kekuatan itu berasal dari Tuhan Penguasa Alam.
Tiba-tiba saja matanya yang tajam melihat debu mengepul di jauh di depan, namun
begitu matanya dapat melihat bahwa debu itu adalah akibat suatu pertempuran.
“Hai
nyai Roro Wuni serahkan surat wasiat itu kepadaku, aku berjanji tak akan
mengganggumu lagi”.
Nyai Roro Wuni adalah seorang wanita
yang berusia sekitar 40 tahun. Tapi dalam usia yang menginjak kepala empat ia
masih kelihatan cantik dan awet muda. Sehingga orang akan mengira kalau ia
masih berusia 28 tahun saja. Waktu itu Roro Wuni dihadang oleh Wiroguno dan
kawan-kawan. Sudah beberapa jurus mereka saling bertempur, akibatnya debu-debu
di sekitar tempat itu berhamburan. Hal inilah tadi yang dilihat oleh Ronggo
Puspo.
“Keparat
.....kau Wiroguno, kau berani menghadangku di tempat ini, aku tak akan sudi
memberikan surat wasiat ini kepadamu”.
“Baiklah
Roro Wuni karena dengan jalan halus kau tak mau memberikan, maka dengan
terpaksa menggunakan kekerasan”. Ancam Wiroguno dengan maksud Agar Roro Wuni
mau menyerahkan secara baik-baik. Tapi mana mungkin Roro Wuni mau
menyerahkannya, seandainya mau tak akan terjadi perkelahian diantara mereka.
“Memangnya
aku takut dengan ancamanmu itu Wiroguno, aku tak akan mau menyerahkan kepadamu walaupun
sampai titik darah penghabisan, apalagi kau seorang pengkhianat”.
Roro Wuni sengaja membakar hati
Wiroguno dengan menyebutnya ia sebagai pengkhianat. Siasat Roro Wuni berhasil
juga. Terbukti wajah Wiroguno nampak kemerahan tanda ia menahan kemarahan.
Nafasnya memburu cepat dadanya bergolak hebat turun naik.
“Bangsat
keparat, wanita rendah apa maksudmu mengatakan aku sebagai seorang
pengkhianat.......ayo katakan ?” Dengan nada geram
Melihat siasatnya berhasil, kembali
ia mencoba memanas manasi hati Wiroguno.
“Siapa
yang tak kenal Wiroguno yang bergelar Si Tambang Maut yang sudah bisa
menggantung leher manusia dengan senjatanya yang ampuh yang berupa tambang
(tali). Siapa yang tak kenal dirimu yang berasal dari perguruan Nagasewu yang
sudah biasa mempermainkan wanita, serta siapa yang tak tahu Si Tambang Maut
yang suka menjilat-jilat kepada bangsa asing. Apakah itu namanya bukan seorang
pengkhianat”.
Wiroguno adalah anak murid dari perguruan
Nagasewu dan perguruan ini di mata masyarakat memang terdengar jelek pamornya.
Terutama mereka suka mengganggu kaum hawa (wanita). Banyak wanita yang dirusak
kehormatannya baik wanita itu masih gadis maupun yang sudah bersuami. Mereka
tidak pandang bulu. Meskipun dalam hal ini Wiroguno tidak termasuk sebagai
seorang laki-laki yang doyan perempuan.
Dan sebenarnya perbuatan terkutuk dan amoral itu dilakukan oleh ketiga paman
gurunya yakni Nagasewu, Nagamurti dan Nagakruro yang di dunia persilatan bergelar
“TIGA NAGA IBLIS”. Mereka ketiga Naga itu telah membuat nama perguruannya
tercemar. Tapi yang membuat Wiroguno tak dapat menahan kemarahannya adalah
masalah ia dikatakan manusia penjilat. Meskipun benar bahwa Wiroguno saat ini
sedang merintis kerjasama dengan bangsa asing namun belum tentu kalaun ia
menjilat bangsa asing tersebut.
“Keparat
mulutmu perlu disumpal dengan tanganku ini biar kau tak ngoceh ngalor ngidul”.
“Kalau
kamu bisa coba lakukan aku ingin tahu bagaimana caramu menyumpal mulutku ini”.
Tantang Roro Wuni sambil tersenyum
mengejek. Sementara lima orang anak buah Wiroguno masih berdiam diri, walaupun
hatinya turut marah. Tapi mereka tak berani berbuat apa-apa. Sebelum mendapat
aba-aba dari Tuannya. Lagi pula mereka sudah mendengar kesaktian Roro Wuni yang
dibuktikan tadi dalam gebrakan pertama melawan Wiroguno, bahwa ilmu silatnya
tidak berada dibawah Wiroguno.
Ronggo
Puspo dan Aryo Megantoro sudah sampai di tempat itu namun mereka bersembunyi
dibalik semak-semak. Semua pembicaraan antara Roro Wuni dan Wiroguno dengan
jelas dapat didengarnya.
“Ayah
kalau aku boleh tanya, siapa diantara mereka yang lebih unggul, si wanita atau
laki-laki yang berbadan kekar ?” Aryo Megantoro ingin tahu.
“Menurutku
si wanita itu yang lebih unggul, tapi entahlah kita tunggu saja apa yang
terjadi”.
Mendapat jawaban itu Aryo Megantoro
menjadi lega. Sebab ia menginginkan wanita itu yang menang sedang kepada
Wiroguno ia merasa tidak senang.
Kita
kembali ke arena pertempuran. Wiroguno yang semakin kalap sudah mulai
menyerangnya lebih dulu. Tenaganya sungguh luar biasa terbukti setiap
pukulannya mengandung kesiur angin. Ia tak mau lagi coba-coba seperti dalam
gebrakan pertama. Ia dapat menyimpulkan bahwa tenaga lawan tidak berada di
bawahnya. Setiap pukulannya adalah merupakan ancaman maut bagi musuhnya. Tangan
kanannya sudah berkelebat lagi mengarah ke tengkuk namun gagal, secepat kilat
tangannya menggeliat ke arah lain dan tiba-tiba pukulan itu mengarah ke bahu.
Roro Wuni sudah bersiaga penuh, sebelum bahunya terkena pukulan ia telah mampu
menarik bahunya ke belakang. Pukulan Wiroguno meleset lagi. Tapi ia tak putus
asa. Cepat sekali tangan kirinya menyusul menggempur kepala. Ia yakin kali ini
pasti berhasil sekali gempur kepala Roro Wuni pasti pecah. Memang keadaan Roro
Wuni dalam bahaya, sekali salah jalan nyawanya pasti melayang. Dalam kesulitan
itu ia tak menjadi putus asa. Roro Wuni adalah wanita yang sakti, ia sudah lama
berkelana di dunia persilatan, asam garamnya dunia persilatan sudah kenyang baginya. Untuk itu serangan Wiroguno
tidaklah sulit baginya untuk menghindar, apa yang dilakukan sungguh
mengagumkan. Ia bersalto balik ke belakang sedang kaki kanannya masih bisa
menjejak ke arah muka Wiroguno. Untung laki-laki ini bisa miringkan kepala.
Anak buah Wiroguno menjadi tercekat hatinya melihat kenyataan itu. Mereka
semakin yakin kepada Roro Wuni bahwa wanita itu bukan orang sembarangan.
Wirogunopun menjadi heran karena tebakannya meleset malah ia sendiri yang kena
serang. Perasaannya tambah mendongkol ia harus mampu mengalahkan wanita itu
agar tidak dipandang rendah oleh anak buahnya sendiri. Kembali ia menyerang
dengan dasyatnya, tubuhnya berkelebat cepat. Ternyata Wiroguno meningkatkan
ilmu silatnya. Roro Wuni tak mau mati konyol, diserang begitu gencar iapun
tingkatkan ilmunya. Perkelahian itu kini benar-benar menjadi hebat. Roro Wuni
mulai balas menyerang, gerakannya lincah tapi penuh tenaga. Mereka saling
serang dan saling gempur mencari kelengan musuh. Sebelas jurus telah berlalu
tapi mereka tak mau mengurangi tenaga bahkan masing-masing menambah tenaga.
“Wiroguno
bagaimana caramu menyumpal mulutku, dari tadi kau Cuma main-main seperti monyet
kepanasan”. Ejek Roro Wuni
Wiroguno tak menggubris perkataan
Roro Wuni ia tak tahu bahwa dirinya dipancing oleh siasat Roro Wuni agar
kemarahannya menjadi-jadi. Apabila hal itu terjadi maka bisa dikatakan ia sudah
kalah 50% . Sebab dalam pertempuran diperlukan ketenangan. Apabila ia terbakar
oleh kemarahannya sendiri otomatis akal sehatnya tak dapat digunakan lagi. Hal
ini bisa mencelakai diri sendiri. Untung ejekan Roro Wuni tak dirasakan sepenuh
hati.
“Tutup
mulutmu hai perempuan kotor, sebentar lagi mulutmu yang bau itu akan aku
robek-robek, biar wajahmu menjadi seperti setan gentayangan ......hahahaha”.
Ejekan Wiroguno menusuk hati kecil
kewanitannya. Wajah adalah salah satu kebanggaan bagi wanita, untuk itu setiap
wanita pasti sangat memperhatikan wajahnya. Mereka selalu berusaha agar
wajahnya selalu tampak muda dan cantik itu naluri semua wanita. Hal inilah inilah
yang membuat kemarahannya naik ke ubun-ubun. Roro Wuni mengebutkan tangannya
sedetik kemudian berhembuslah gelombang angin menghantam ke arah Wiroguno.
Untuk menghindarinya ia harus berjungkir balik di udara. Roro Wuni tak mau
melepaskan musuhnya, ia memburu terus ke arah Wiroguna. Meski Roro Wuni
menggempurnya habis-habisan tapi Wiroguno melayani dengan mantab. Sebenarnya
inilah yang diharapkan Wiroguno dalam keadaan kalap seperti itu Roro Wuni tak
memperhatikan keselamatan dirinya. Kesempatan baik ini tidak disia-siakan oleh
Wiroguno. Secara cepat laki-laki bertubuh kekar ini menggeliatkan tubuhnya,
kedua tangannya berkelebat ke arah bahu Roro Wuni, sesaat Roro Wuni terkejut
buru-buru ia miringkan tubuhnya, sebelum sempat menghindar serangan yang pertama
menyusul serangan yang kedua dan ke tiga. Tak pelak lagi punggung dan bahunya
kena hantaman. Roro Wuni meringis kesakitan rasanya mau menjerit kalau ia tidak
malu.
Versi pdfnya bisa di donload di sini