Kamis, 14 April 2016

PENDEKAR SANDI MATARAM 15042016

Pendekar Sandi mataram 15042016
Kembali Ranggo Puspo memberi wejangan kepada anaknya. Bahwa semua kekuatan itu berasal dari Tuhan Penguasa Alam. Tiba-tiba saja matanya yang tajam melihat debu mengepul di jauh di depan, namun begitu matanya dapat melihat bahwa debu itu adalah akibat suatu pertempuran.
            “Hai nyai Roro Wuni serahkan surat wasiat itu kepadaku, aku berjanji tak akan mengganggumu lagi”.
Nyai Roro Wuni adalah seorang wanita yang berusia sekitar 40 tahun. Tapi dalam usia yang menginjak kepala empat ia masih kelihatan cantik dan awet muda. Sehingga orang akan mengira kalau ia masih berusia 28 tahun saja. Waktu itu Roro Wuni dihadang oleh Wiroguno dan kawan-kawan. Sudah beberapa jurus mereka saling bertempur, akibatnya debu-debu di sekitar tempat itu berhamburan. Hal inilah tadi yang dilihat oleh Ronggo Puspo.
            “Keparat .....kau Wiroguno, kau berani menghadangku di tempat ini, aku tak akan sudi memberikan surat wasiat ini kepadamu”.
            “Baiklah Roro Wuni karena dengan jalan halus kau tak mau memberikan, maka dengan terpaksa menggunakan kekerasan”. Ancam Wiroguno dengan maksud Agar Roro Wuni mau menyerahkan secara baik-baik. Tapi mana mungkin Roro Wuni mau menyerahkannya, seandainya mau tak akan terjadi perkelahian diantara mereka.
            “Memangnya aku takut dengan ancamanmu itu Wiroguno, aku tak akan mau menyerahkan kepadamu walaupun sampai titik darah penghabisan, apalagi kau seorang pengkhianat”.
Roro Wuni sengaja membakar hati Wiroguno dengan menyebutnya ia sebagai pengkhianat. Siasat Roro Wuni berhasil juga. Terbukti wajah Wiroguno nampak kemerahan tanda ia menahan kemarahan. Nafasnya memburu cepat dadanya bergolak hebat turun naik.
            “Bangsat keparat, wanita rendah apa maksudmu mengatakan aku sebagai seorang pengkhianat.......ayo katakan ?” Dengan nada geram
Melihat siasatnya berhasil, kembali ia mencoba memanas manasi hati Wiroguno.
            “Siapa yang tak kenal Wiroguno yang bergelar Si Tambang Maut yang sudah bisa menggantung leher manusia dengan senjatanya yang ampuh yang berupa tambang (tali). Siapa yang tak kenal dirimu yang berasal dari perguruan Nagasewu yang sudah biasa mempermainkan wanita, serta siapa yang tak tahu Si Tambang Maut yang suka menjilat-jilat kepada bangsa asing. Apakah itu namanya bukan seorang pengkhianat”.
Wiroguno adalah anak murid dari perguruan Nagasewu dan perguruan ini di mata masyarakat memang terdengar jelek pamornya. Terutama mereka suka mengganggu kaum hawa (wanita). Banyak wanita yang dirusak kehormatannya baik wanita itu masih gadis maupun yang sudah bersuami. Mereka tidak pandang bulu. Meskipun dalam hal ini Wiroguno tidak termasuk sebagai seorang laki-laki  yang doyan perempuan. Dan sebenarnya perbuatan terkutuk dan amoral itu dilakukan oleh ketiga paman gurunya yakni Nagasewu, Nagamurti dan Nagakruro yang di dunia persilatan bergelar “TIGA NAGA IBLIS”. Mereka ketiga Naga itu telah membuat nama perguruannya tercemar. Tapi yang membuat Wiroguno tak dapat menahan kemarahannya adalah masalah ia dikatakan manusia penjilat. Meskipun benar bahwa Wiroguno saat ini sedang merintis kerjasama dengan bangsa asing namun belum tentu kalaun ia menjilat bangsa asing tersebut.
            “Keparat mulutmu perlu disumpal dengan tanganku ini biar kau tak ngoceh ngalor ngidul”.
            “Kalau kamu bisa coba lakukan aku ingin tahu bagaimana caramu menyumpal mulutku ini”.
Tantang Roro Wuni sambil tersenyum mengejek. Sementara lima orang anak buah Wiroguno masih berdiam diri, walaupun hatinya turut marah. Tapi mereka tak berani berbuat apa-apa. Sebelum mendapat aba-aba dari Tuannya. Lagi pula mereka sudah mendengar kesaktian Roro Wuni yang dibuktikan tadi dalam gebrakan pertama melawan Wiroguno, bahwa ilmu silatnya tidak berada dibawah Wiroguno.
            Ronggo Puspo dan Aryo Megantoro sudah sampai di tempat itu namun mereka bersembunyi dibalik semak-semak. Semua pembicaraan antara Roro Wuni dan Wiroguno dengan jelas dapat didengarnya.
            “Ayah kalau aku boleh tanya, siapa diantara mereka yang lebih unggul, si wanita atau laki-laki yang berbadan kekar ?” Aryo Megantoro ingin tahu.
            “Menurutku si wanita itu yang lebih unggul, tapi entahlah kita tunggu saja apa yang terjadi”.
Mendapat jawaban itu Aryo Megantoro menjadi lega. Sebab ia menginginkan wanita itu yang menang sedang kepada Wiroguno ia merasa tidak senang.
            Kita kembali ke arena pertempuran. Wiroguno yang semakin kalap sudah mulai menyerangnya lebih dulu. Tenaganya sungguh luar biasa terbukti setiap pukulannya mengandung kesiur angin. Ia tak mau lagi coba-coba seperti dalam gebrakan pertama. Ia dapat menyimpulkan bahwa tenaga lawan tidak berada di bawahnya. Setiap pukulannya adalah merupakan ancaman maut bagi musuhnya. Tangan kanannya sudah berkelebat lagi mengarah ke tengkuk namun gagal, secepat kilat tangannya menggeliat ke arah lain dan tiba-tiba pukulan itu mengarah ke bahu. Roro Wuni sudah bersiaga penuh, sebelum bahunya terkena pukulan ia telah mampu menarik bahunya ke belakang. Pukulan Wiroguno meleset lagi. Tapi ia tak putus asa. Cepat sekali tangan kirinya menyusul menggempur kepala. Ia yakin kali ini pasti berhasil sekali gempur kepala Roro Wuni pasti pecah. Memang keadaan Roro Wuni dalam bahaya, sekali salah jalan nyawanya pasti melayang. Dalam kesulitan itu ia tak menjadi putus asa. Roro Wuni adalah wanita yang sakti, ia sudah lama berkelana di dunia persilatan, asam garamnya dunia persilatan  sudah kenyang baginya. Untuk itu serangan Wiroguno tidaklah sulit baginya untuk menghindar, apa yang dilakukan sungguh mengagumkan. Ia bersalto balik ke belakang sedang kaki kanannya masih bisa menjejak ke arah muka Wiroguno. Untung laki-laki ini bisa miringkan kepala. Anak buah Wiroguno menjadi tercekat hatinya melihat kenyataan itu. Mereka semakin yakin kepada Roro Wuni bahwa wanita itu bukan orang sembarangan. Wirogunopun menjadi heran karena tebakannya meleset malah ia sendiri yang kena serang. Perasaannya tambah mendongkol ia harus mampu mengalahkan wanita itu agar tidak dipandang rendah oleh anak buahnya sendiri. Kembali ia menyerang dengan dasyatnya, tubuhnya berkelebat cepat. Ternyata Wiroguno meningkatkan ilmu silatnya. Roro Wuni tak mau mati konyol, diserang begitu gencar iapun tingkatkan ilmunya. Perkelahian itu kini benar-benar menjadi hebat. Roro Wuni mulai balas menyerang, gerakannya lincah tapi penuh tenaga. Mereka saling serang dan saling gempur mencari kelengan musuh. Sebelas jurus telah berlalu tapi mereka tak mau mengurangi tenaga bahkan masing-masing menambah tenaga.
            “Wiroguno bagaimana caramu menyumpal mulutku, dari tadi kau Cuma main-main seperti monyet kepanasan”. Ejek Roro Wuni
Wiroguno tak menggubris perkataan Roro Wuni ia tak tahu bahwa dirinya dipancing oleh siasat Roro Wuni agar kemarahannya menjadi-jadi. Apabila hal itu terjadi maka bisa dikatakan ia sudah kalah 50% . Sebab dalam pertempuran diperlukan ketenangan. Apabila ia terbakar oleh kemarahannya sendiri otomatis akal sehatnya tak dapat digunakan lagi. Hal ini bisa mencelakai diri sendiri. Untung ejekan Roro Wuni tak dirasakan sepenuh hati.
            “Tutup mulutmu hai perempuan kotor, sebentar lagi mulutmu yang bau itu akan aku robek-robek, biar wajahmu menjadi seperti setan gentayangan ......hahahaha”.
Ejekan Wiroguno menusuk hati kecil kewanitannya. Wajah adalah salah satu kebanggaan bagi wanita, untuk itu setiap wanita pasti sangat memperhatikan wajahnya. Mereka selalu berusaha agar wajahnya selalu tampak muda dan cantik itu naluri semua wanita. Hal inilah inilah yang membuat kemarahannya naik ke ubun-ubun. Roro Wuni mengebutkan tangannya sedetik kemudian berhembuslah gelombang angin menghantam ke arah Wiroguno. Untuk menghindarinya ia harus berjungkir balik di udara. Roro Wuni tak mau melepaskan musuhnya, ia memburu terus ke arah Wiroguna. Meski Roro Wuni menggempurnya habis-habisan tapi Wiroguno melayani dengan mantab. Sebenarnya inilah yang diharapkan Wiroguno dalam keadaan kalap seperti itu Roro Wuni tak memperhatikan keselamatan dirinya. Kesempatan baik ini tidak disia-siakan oleh Wiroguno. Secara cepat laki-laki bertubuh kekar ini menggeliatkan tubuhnya, kedua tangannya berkelebat ke arah bahu Roro Wuni, sesaat Roro Wuni terkejut buru-buru ia miringkan tubuhnya, sebelum sempat menghindar serangan yang pertama menyusul serangan yang kedua dan ke tiga. Tak pelak lagi punggung dan bahunya kena hantaman. Roro Wuni meringis kesakitan rasanya mau menjerit kalau ia tidak malu.

Versi pdfnya bisa di donload di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar